Tahun 2013, saya bersama 4 orang teman saya bermaksud untuk berlibur ke Karimun Jawa. Sehari sebelum berangkat kaki saya terkilir di depan gedung kantor saat mau keluar cari makan siang, karena asik merhatiin HP saya gak liat ada turunan, alhasil saya yang lagi pake hak tinggi (maklum mba-mba kantoran) tersungkur.Kaki saya sukses bengkak,kayak kaki gajah.
Berhubung terlalu excited, perlengkapan untuk berenang dan bersantai di pantai sudah kami persiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Pada hari-H, sepulang kerja kami berkumpul dan naik kereta dari Stasiun Jakarta Pasarsenen (PSE) menuju semarang. Saat itu, kami memang sengaja naik kereta ekonomi agar pengeluaran lebih irit. Oh iya, jangan salah, naik kereta ekonomi jaman sekarang jauh beda dengan kereta ekonomi jaman ibu dan bapak kita dulu. Meski kursinya masih kursi pelastik dan sama sekali gak empuk (bangun-bangun berasa gak punya pantat), tapi gerbongnya udah ber-AC dan gak ada lagi tuh mba-mba atau mas-mas penjual asongan. Bedanya sama kereta eksekutif cuman di kursinya aja.
Sampai stasiun Semarang Tawang, langit masih gelap. Utungnya kita bisa numpang istirahat di Dunkin, sambil minum cokelat panas. Setelah langit cerah kami menuju pelabuhan Kartini di Jepara untuk nyebrang ke Karimun Jawa. Dengan suasana hati yang senang membayangkan air laut yang biru, berenang sama ikan-ikan, kami sama sekali gak memikirkan hal yang buruk terjadi. Tapi NYATANYA! hal buruk bisa aja terjadi. hahaha. Kayaknya memang alam gak merestui kami untuk nyebrang ke Karimun Jawa. Semua kapal penyebrangan di-cancel, alasannya ombak sedang tinggi-tingginya. Jadi kami yang di Jepara gak bisa nyebrang ke Karimun, orang yang di Karimun juga gak bisa balik pulang (Nah loh!) Patahlah hati kami berkeping-keping. maksud hati mau bikini-an di pinggir pantai punah sudah. Kami stuck di Jepara dan terpaksa menginap di pelabuhan 1 malam.
Sampai stasiun Semarang Tawang, langit masih gelap. Utungnya kita bisa numpang istirahat di Dunkin, sambil minum cokelat panas. Setelah langit cerah kami menuju pelabuhan Kartini di Jepara untuk nyebrang ke Karimun Jawa. Dengan suasana hati yang senang membayangkan air laut yang biru, berenang sama ikan-ikan, kami sama sekali gak memikirkan hal yang buruk terjadi. Tapi NYATANYA! hal buruk bisa aja terjadi. hahaha. Kayaknya memang alam gak merestui kami untuk nyebrang ke Karimun Jawa. Semua kapal penyebrangan di-cancel, alasannya ombak sedang tinggi-tingginya. Jadi kami yang di Jepara gak bisa nyebrang ke Karimun, orang yang di Karimun juga gak bisa balik pulang (Nah loh!) Patahlah hati kami berkeping-keping. maksud hati mau bikini-an di pinggir pantai punah sudah. Kami stuck di Jepara dan terpaksa menginap di pelabuhan 1 malam.
Malam harinya, kami berempat berembuk mau dibawa ke mana liburan kami ini? Pemandu setempat menawarkan wisata ke Dieng. Trus dia membujuk kami dengan foto-foto alam Dieng. Emang dasar gampang dibujuk, akhirnya kami mufakat untuk pindah lokasi liburan ke Dieng! Entah kami lupa ingatan atau emang nekat karena rencana awal adalah mantai bukan naik gunung, kami gak mikir panjang bagaimana caranya gak kedinginan dengan kaos, celana pendek, dan sandal jepit (wong edan).
Setelah tanya-tanya sama si pemandu yang akhirnya kami sewa. Dia berjanji akan cariin kami jaket tebel. sesampainya di sana kami pun menyerbu penjual oleh-oleh rajutan; topi, kaos kaki, dan sarung tangan. Setelah dirasa lengkap, kami pun mendatangi beberapa objek wisata di Dieng, seperti Komplek Candi Arjuna, lanjut ke telaga warna, dan kawah sikidang.
Malamnya saat di homestay, kaki saya nyut-nyutan. Selama liburan saya gak mikirin keadaan kaki, ternyata warnanya udah kebiru-biruan, bengkak pun makin menjadi -jadi, padahal besok jam 2 pagi saya mau naik ke bukit Sikunir yang kata si pemandu butuh 30 menit sampai 1 jam berjalan kaki sambil mendaki. Lantas gimana dong nasib kaki saya?
Daerah yang mau saya datangi ini, sekitar 2.350 meter dari permukaan air laut, belum lagi suhu udara di sana kira-kira 5 – 9° Celcius kalo malam hari. Udah gitu, saya naik keatas hanya berbekal sandal jepit merk sw***w. Akhirnya, galau besar melanda saya. Saya pun telepon pacar di Jakarta (sekarang udah jadi mantan, curcol!) minta saran. Seperti saran pacar-pacar kebanyakan dia larang saya pergi. Tapi karena saya ngerasa rugi kalo saya gak ikut, apalagi mengingat foto-foto yang dikasih liat si pemandu kemarin. Serta kepo yang luar biasa, mengalahkan rasa sakit dan bengkak di kaki saya.
Akhirnya, kami naik ke Dieng plateau! Saat naik, saya nangis diem-diem di belakang teman (malu kalo ketauan), karena nahan kaki yang sakit banget. Namun, saat di atas, terbayar sudah pengorbanan kaki saya. Indah banget! saat matahari mulai naik, sejauh mata memandang kita bisa lihat awan, seperti saya sejajar dengan awan. Kami beruntung bisa melihat Golden Sunrise Dieng yang luar biasa!
Setelah tanya-tanya sama si pemandu yang akhirnya kami sewa. Dia berjanji akan cariin kami jaket tebel. sesampainya di sana kami pun menyerbu penjual oleh-oleh rajutan; topi, kaos kaki, dan sarung tangan. Setelah dirasa lengkap, kami pun mendatangi beberapa objek wisata di Dieng, seperti Komplek Candi Arjuna, lanjut ke telaga warna, dan kawah sikidang.
Malamnya saat di homestay, kaki saya nyut-nyutan. Selama liburan saya gak mikirin keadaan kaki, ternyata warnanya udah kebiru-biruan, bengkak pun makin menjadi -jadi, padahal besok jam 2 pagi saya mau naik ke bukit Sikunir yang kata si pemandu butuh 30 menit sampai 1 jam berjalan kaki sambil mendaki. Lantas gimana dong nasib kaki saya?
Daerah yang mau saya datangi ini, sekitar 2.350 meter dari permukaan air laut, belum lagi suhu udara di sana kira-kira 5 – 9° Celcius kalo malam hari. Udah gitu, saya naik keatas hanya berbekal sandal jepit merk sw***w. Akhirnya, galau besar melanda saya. Saya pun telepon pacar di Jakarta (sekarang udah jadi mantan, curcol!) minta saran. Seperti saran pacar-pacar kebanyakan dia larang saya pergi. Tapi karena saya ngerasa rugi kalo saya gak ikut, apalagi mengingat foto-foto yang dikasih liat si pemandu kemarin. Serta kepo yang luar biasa, mengalahkan rasa sakit dan bengkak di kaki saya.
Akhirnya, kami naik ke Dieng plateau! Saat naik, saya nangis diem-diem di belakang teman (malu kalo ketauan), karena nahan kaki yang sakit banget. Namun, saat di atas, terbayar sudah pengorbanan kaki saya. Indah banget! saat matahari mulai naik, sejauh mata memandang kita bisa lihat awan, seperti saya sejajar dengan awan. Kami beruntung bisa melihat Golden Sunrise Dieng yang luar biasa!
Bukit Sikunir (after sunrise) |
ABOUT THE AUTHOR
Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
0 komentar:
Posting Komentar